Posted by : Nur Fajriana Putri Minggu, 30 Agustus 2016
BAB 3
“Strategi
Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Penjajahan Bangsa Barat “
A. Perlawanan Fisik Bangsa Indonesia terhadap
Penjajahan Barat
1
Perlawanan terhadap Portugis
Perlawanan Rakyat
Demak terhadap Portugis
Pada
tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka dengan
bantuan Kerajaan Aceh. Penyerangan dipimpin oleh Adipati Unus yang terkenal
dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Pada masa pemerintahan Adipati Unus, Demak
melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan
makanan.
Upaya
Demak untuk mengusir Portugis diwujudkan dengan ditaklukkannya Kerajaan
Pajajaran oleh Fatahillah pada tahun 1527.Ketika orang-orang Portugis
mendatangi Sunda Kelapa (sekarang Jakarta), terjadilah perang antara Kerajaan
Demak yang dipimpin Fatahillah dan tentara Portugis. Portugis pun berhasil
dipukuk mundur. Kemudian Pelabuhan Sunda Kelapa diganti namanya menjadi
Jayakarta yang berarti kejayaan yang sempurna oleh Fatahillah.
2.Perlawanan
Rakyat Aceh terhadap Portugis
Portugis
mulai mengusik kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam saat berada di Malaka.
Portugis berusaha menguasai Kerajaan Aceh Darussalam yang menjadi pusat
perdagangan baru setelah jatuhnya Malaka. Pada tahun 1513, Aceh bersama Demak
melancarkan serangan ke Malaka, tapi gagal. Portugis pun sama juga gagal
melancarkan serangan ke Aceh. Aceh meminta bantuan persenjataan, militer, dan
ahli perang dari Turki. Dan bantuan dipenuhi oleh Turki pada tahun 1567.
Setelah bantuan dari Turki datang, pada tahun 1568 Aceh bersama Turki menyerang
Portugis di Malaka. Portugis terpaksa bertahan mati-matian dalam menghadapi
serangan tersebut di Benteng A Famassa. Namun, Portugis dapat menggagalkan
serangan dari Aceh.
3.Perlawanan Rakyat Ternate
terhadap Portugis
Perlawanan
ternate terhadap portugis – Karena ulah orang-orang Portugis yang serakah, maka
hubungannya dengan Ternate yang semula baik menjadi retak. Portugis ingin
memaksakan monopoli perdagangan kepada rakyat Ternate. Tentu saja hal itu
ditentang oleh rakyat Ternate. Perlawanan terhadap kekuasaan Portugis di
Ternate berkobar pada tahun 1533.
Untuk
menghadapi Portugis, Sultan Ternate menyerukan agar rakyat dari Irian sampai ke
Pulau Jawa bersatu melawan Portugis. Maka berkobarlah perlawanan umum di Maluku
terhadap Portugis. Ya, rakyat Maluku bangkit melawan Portugis. Kerajaan Ternate
dan Tidore bersatu. Akibatnya Portugis terdesak. Karena merasa terdesak,
Portugis lalu mendatangkan pasukan dari Malaka, di bawah pimpinan Antonio
Galvao. Pasukan bantuan tersebut menyerbu beberapa wilayah di kerajaan Ternate.
Rakyat Maluku di
bawah pimpinan kerajaan Ternate berjuang penuh semangat mempertahankan
kemerdekaannya. Tetapi kali ini Ternate belum berhasil mengusir Portugis. Untuk
sementara Portugis dapat menguasai Maluku.
Pada tahun 1565
rakyat Ternate bangkit kembali melawan Portugis di bawah pimpinan Sultan
Hairun. Portugis hampir terdesak, tetapi kemudian melakukan tindakan licik.
Sultan Hairun diajak berunding. Untuk itu Sultan Hairun diundang agar datang ke
benteng Portugis. Dengan jiwa kesatria dan tanpa perasaan curiga Sultan
memenuhi undangan Portugis.
Tetapi apa yang
terjadi? Setiba di benteng Portugis Sultan Hairun dibunuh. Peristiwa itu
membangkitkan kemarahan rakyat Maluku. Perlawanan umum berkobar lagi di bawah
pimpinan Sultan Baabullah, pengganti Sultan Hairun. Pada tahun 1574 benteng
Portugis dapat direbut oleh Ternate. Dengan demikian rakyat Ternate berhasil
mempertahankan kemerdekaannya dari penjajahan Portugis.
4.Perlawanan Kraton Yogyakarta terhadap Penjajahan Bangsa
Inggris
Pada
saat Inggris berkuasa menggantikan Belanda di Jawa, yang mengisi kekuasaan di
pusat adalah Raffles, sedangkan Karesidenan Yogyakarta adalah John Crawfurd.
Saat itu, Karesidenan Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana II atau
Sultan Sepuh. Sultan HB II terkenal keras dan sangat menentang pemerintah
kolonial sehingga membuat orang Eropa (Inggris) terganggu. Sikap kerasnya tersebut
terlihat ketika Raffles untu pertama kali datang ke Yogyakarta pada bulan
Desember 1811. Saat itu, Sultan HB II berani bertengkar dengan Raffles.
Selanjutnya, juga terjadi pada awal Januari 1812. Dalam pertemuan ini ada
insiden kecil yang terjadi ketika tempat duduk Raffles di Keraton Yogyakarta
dibuat lebih rendah dari Sultan HB II. Insiden ini pun berhasil diatasi.
Sultan
HB II tidak puas dengan hasil pertemuannya dengan Raffles. Sultan HB II semakin
kecewa dengan pemerintah Inggris. Secara diam-diam, Sunan Pakubuwana IV (Sultan
PB IV) mengutus Tumenggung Ronowijoyo untuk menghadap Sultan HB II dengan
membawa surat. Dalam surat itu, Sunan PB IV mengusulkan kerja sama untuk
melawan Inggris dan bila berhasil akan membagi 2 wilayah yang telah dirampas oleh
orang Eropa. Sultan HB II menyetujui hal itu dan mengirimkan Tumenggung
Sumodiningrat. Kesepakatan tercapai pada awal Mei 1812 di Klaten antara
Ronowijoyo dan Sumodiningrat.
Tanpa
sepengetahuan Sultan HB II, Sunan PB IV mengutus Patih Cokronegoro untuk menemui
putra mahkota Yogyakarta. Cokronegoro menyampaikan bahwa Sunan PB IV
menghendaki putra mahkota Surojo naik tahta dan bersedia membantunya. Sunan PB
IV menawarkan untuk kerja sama melawan Inggris dan ketika Inggris berhasil
diusir dari Jawa, wilayah Jawa akan dibagi 2 antara Surakarta dan Yogyakarta.
Rencana ini pun tercium oleh John Crawfurd yang segera mengirimkan berita itu
pada Raffles. Setelah mendengar berita tersebut, Raffles memerintahkan Mayor
Jenderal Gillespie untuk berangkat ke Yogyakarta dan menyerbu Keraton
Yogyakarta.
Pada
tanggal 19-20 Juni 1812, Inggris menyerbu Keraton Yogyakarta. Dalam pertempuran
2 hari, Inggris berkekuatan 1000 serdadu berseragam merah. Jumlah itu masih
ditambah 500 prajurit Leguin Pangeran Prangwedono dari Mangkunegaran,
Surakarta. Sultan HB II yang menghadapi Inggris tidak mendapat bantuan dari
Surakarta seperti yang tertulis dalam surat rahasia bahwa Surakarta akan
membantu Yogyakarta dalam melakukan perlawanan terhadap Inggris. Perang ini
diakhiri dengan menyerahnya Sultan HB II dan dimulainya penjarahan
besar-besaran harta, pusaka, dan pustaka Keraton Yogyakarta. Setelah itu,
Raffles memerintahkan penangkapan Sultan HB II. Sultan HB II dibawa ke Batavia
dan menunggu pengadilan disana. Sultan HB II dijatuhi hukuman pembuangan ke
Pulau Penang pada awal Juli 1812. PB IV pun dirampas sebagian wilayahnya.
5.Perlawanan Rakyat
Palembang terhadap Penjajahan Bangsa Inggris
Raffles
mengirim 3 orang utusan yang dipimpin oleh Richard Philips ke Palembang untuk
mengambil alih kantor sekaligus benteng Belanda di Palembang dan meminta hak
kuasa sultan atas tambang timah di Pulau Bangka. Sultan Mahmud Badaruddin
II menolak permintaan itu dengan merujuk pada surat Raffles sebelumnya bahwa
kalau Belanda berhasil diusir, Palembang akan menjadi kesultanan yang merdeka.
Raffles pun kaget luar biasa setelah mengetahui bahwa dengan cerdas Sultan
Mahmud Badaruddin II menjadikan isi suratnya dahulu sebagai legitimasi untuk melepaskan
diri dari kekuasaan Inggris.
Raffles
pun memilih untuk mengkhianati janjinya tersebut. Ia mengirim ekspedisi perang
di tahun 1812 yang dipimpin Mayor Jenderal Robert Gillespie. Ekspedisi pun
sampai dalam waktu 1 bulan di Sungai Musi. Sultan Mahmud Badaruddin II juga
sudah bersiap-siap menghadapi gempuran tersebut.
Kesultanan
Palembang akhirnya jatuh ke tangan Inggris hanya dalam waktu 1 minggu
karena pertahanan di Pulau Borang sudah jebol tanpa perlawanan yang berarti.
Ternyata adik sultan yang bernama Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin telah
menjadi komandan yang pengecut bagi pasukannya di pulau yang strategis itu.
Mengetahui hal itu, Sultan Mahmud Bdaruddin II segera meninggalkan keraton
Palembang dengan membawa seluruh tanda kebesaran kesultanan lalu mempersiapkan
perlawanan gerilya terhadap Inggris.
Tanggal
26 April 1812, bendera Inggris sudah berkibar di atas benteng Palembang. Dan
tanggal 14 Mei 1812, Najamuddin diangkat oleh Robert Gillespie atas nama
Inggris untuk menggantikan kakanya sebagai Sultan Palembang. Tambang timah di
Pulau Bangka dan Belitung akhirnya diserahkan oleh sultan boneka ini kepada
Inggris. Robert Gillespie ditarik pulang ke Batavia karena keberhasilannya dan
digantikan oleh Kapten R. Mearers menjadi Residen Palembang. Pertengahan
Agustus 1812, Mearers memimpin pasukannya untuk menyerang Sultan Mahmud
Badaruddin II di Buaya Langu, hulu Sungai Musi. Mearers mengalami luka parah
dalam pertempuran ini yang akhirnya meninggal di rumah sakit di Muntok.
Mearers
digantikan oleh Mayor William Robinson. Tampaknya ia tidak cocok dengan Sultan
Najamuddin yang dinilai menjadi sultan yang lemah dan tidak dihargai oleh
rakyat. Robinson tidak setuju dengan keputusan Raffles yang mengangkat sultan
tersebut, dan juga ia tidak suka dengan kebiasaan Raffles yang suka mengumbar
janji, juga pembiaran yang dilakukan Raffles pada peristiwa pembantain paukan
Belanda. Atas inisiatifnya sendiri, Robinson mengirim seorang perwira
didampingi penerjemah untuk bernegosiasi dengan Sultan Mahmud Badaruddin II,
namun gagal.
Pada
tangal 19 Juni 1813, Robinson datang sendiri untuk menemui Sultan Mahmud
Badaruddin II di Muara Rawas. Misi yang dilaksanakan Robinson pun berhasil.
Sultan Mahmud Badaruddin II mau kembali ke Palembang untuk menggantikan
adiknya. Akhirnya, tanggal 13 Juli 1813, Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke
istananya (keraton besar) di Palembang, sementara adiknya bertempat tinggal di
keraton lama.
Raffles
sangat tersinggung dengan keputusan Robinson karena tidak meminta pendapatnya
dulu. Akhirnya, perjanjian Robinson dengan Sultan Mahmud Badaruddin II
dibatalkan sepihak. Robinson pun dipecat dan ditangkap dengan alasan menerima
suap dari Sultan Mahmud Badaruddin II. Tanggal 4 Agustus 1813, armada Inggris
dipimpin Mayor W. Colebrooke tiba di Palembang untuk menurunkan Sultan Mahmud
Badaruddin II dari tahtanya kembali untuk digantikan oleh Sultan Najamuddin.
Uang yang dikatakan uang suap untuk Robinson dikembalikan pihak Inggris ke
Sultan Mahmud Badaruddin II lengkap dengan bunganya. Dan tanggal 21 Agustus
1813, Sultan Najamuddin kembali menduduki tahtanya di keraton besar.
B. Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan Barat sebelum dan
Sesudah
abad ke 20
Pada
abad ke-16 bangsa Eropa berlayar ke wilayah Timur, diantaranya Portugis,
Spanyol, Inggris, dan Belanda. Tujuan mereka adalah mencari rempah-rempah dan
juga menyebarkan agama kristen. Setelah sampai Nusantara keserakahan mereka
timbul, yang awalnya hanya ingin berdagang tiba-tiba mereka ingin menguasai
Nusantara. Keinginan mereka itulah yang melatarbelakangi bangsa Indonesia
melakukan perjuangan.
1
Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan Barat
sebelum abad ke-20
Sebelum
tahun 1908, banyak bangsa lain yang ingin menjajah dan menguasai Indonesia.
Banyak yang memeras, menyiksa dan merebut hak-hak rakyat Nusantara. Perjuangan
bangsa Indonesia terhadap penjajah hampir dilakukan diseluruh wilayah, terutama
di daerah yang menjadi pusat kekuasaan penjajah.
Perjuangan bangsa
Indonesia menentang penjajah VOC menggunakan senjata dimulai pada abad ke-17,
dimana perlawanan tersebut dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram, Sultan
Hasanuddin dari Kerajaan Gowa Sulawesi Selatan, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan
Iskandar Muda dari Aceh, Untung Surapati, Trunajaya, dan Ibnu Iskandar dari
Minangkabau.
Sedangkan yang berjuang pada abad ke-19
antara lain :
o Thomas Matulesy ata
Pattimura dari Maluku (1817)
o Pangeran Diponegoro,
Sentot Prawirodirjo, Kyai Mojo, dan Pangeran Mangkubumi di Jawa (1825-1830)
o Tuanku Imam
Bonjoldari Minangkabau Sumatera Barat (1822-1837)
o Sultan Mahmud
Badaruddin II dari Palembang (1817)
o Pangeran Antasari dan
Pangeran Hidayat dari Kalimantan (1859-1862)
o I Gusti Kentut Jelantik
dari Bali (1846-1849)
o Anak Agung Made dari
Lombok (1895)
o Teuku Umar, Panglima
Polim, Teuku Cik Di Tiro, dan Cut Nyak Dien dari Aceh (1873-1904)
o Si Singamangaraja XII
dari Batak (1878-1907)
Berbagai perlawanan
rakyat Indonesia yang terjadi pada sebelum abad ke-20 seperti perlawanan
Diponegoro, Imam Bonjol, Sultan Agung serta perlawanan-perlawanan rakyat
lainnya masih dalam batas-batas wilayah yang sempit dan parsial. Akibatnya
perlawanan-perlawanan tersebut dapat diredam oleh kekuatan penjajah yang sudah
menguasai secara nasional di Indonesia.
Kegagalan perjuangan
dengan kekerasan senjata oleh para pahlawan baik ketika melawan Portugis,
Belanda, maupun Inggris karena bangsa Indonesia mempunyai beberapa kelemahan,
sebagai berikut:
§ Perjuangan bersifat
lokal / kedaerahan
§ Perlawanan terhadap
penjajah dilakukan secara sporadis dan tidak dalam waktu yang bersamaan
§ Perjuangan pada
umunya dipimpin oleh pemimpin yang kharismatik
§ Perjuangan menentang
penjajah sebelum masa 1908 dilakukan dengan kekerasan senjata
§ Para pejuang mudah
diadu domba sehingga sering terjadi perselisihan antar pemimpin di Indonesia
Bangsa Indonesia
sadar bahwa penjajah yang terorganisasi dengan baik tidak mungkin dapat
dikalahkan oleh perjuangan yang bersifat lokal dan tidak terorganisasi, oleh
karena itu strategi perjuangan baru lebih diorganisasi dengan baik agar setelah
abad ke-20 menggunakan strategi yang baru dan bisa mengalahkan penjajah.
2
Strategi Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan Barat
sesudah abad ke-20
Perjuangan
bangsa Indonesia setelah abad ke-20 merupakan perjuangan yang sudah menunjukkan
karakter yang bersifat nasional. Perjuangan nasional juga dikenal dengan
istilah Pergerakan Nasional.
Tak
hanya bersifat nasional, tapi bersifat perjuangan diplomasi dan organisasi.
Corak perlawanan berubah dari pola perjuangan fisik (memakai senjata) menjadi
non fisik (diplomasi dan organisasi). Berubahnya corak perlawanan terhadap
penjajah pada masa pergerakan nasional terwujud berkat meningkatnya pendidikan
di masa itu yang kemudian melahirkan kelompok baru, yaitu kaum intelektual atau
golongan terpelajar.
Kesimpulan
Jadi,Negara Indonesia
mempunyai berbagai perlawanan terhadap bangsa barat yang berusaha mengambil
kekayaan alam diindonesia dan menguasai
daerah-daerah diindonesia contohnya seperti hal yang dijelaskan tadi. SEKIAN
TERIMA KASIH
WASSALAMMUALAIKUM
WR.WB.